Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982). Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global. Pencemar udara dibedakan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Kebakaran hutan merupakan proses yang paling dominan dalam kemampuanya menimbulkan polutan di samping juga proses atrisi dan penguapan. Karena dari pembakaran itulah akan meningkatkan bahan berupa substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi dan memberikan efek terhadap manusia, hewan, vegetasi dan material (Master; 1991).Atas dasar hal tersebut, jadi jelas-jelas bahwa akibat adanya kebakaran hutan akan menghasilkan polusi udara. Ada beberapa bahan polutan dari pembakaran yang dapat mencemari udara, diantaranya adalah bahan polutan primer, seperti: hidrokarbon dan karbon oksida, karbon dioksida, senyawa sulphur oksida, senyawa nitrogen oksida dan nitrogen dioksida. Adapun polutan berbentuk partikel adalah asap berupa partikel karbon yang sangat halus bercampur dengan debu hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
Dalam hal ini, sejumlah spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada di hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai ekosistem tersebut. Dalam beberapa kasus justru masuk dalam komunitas manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya. Hubungan rusaknya hutan dengan muncul dan terjadinya penyebaran virus flu burung ini, diakui pula oleh Dr. Feng Lili, pakar mikroba dari Baylor College of Medicine AS. Ia menyatakan, munculnya virus flu burung sangat terkait dengan kerusakan lingkungan di Cina dalam dua dekade terakhir. Manusia, kata Lili, telah merusak alam secara berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan ekologi mikroba. Gangguan keharmonisan hidup antara manusia, alam, dan lingkungannya telah memicu bangkitnya kuman-kuman yang tidur.
Menurut Lili, seperti dikutip Prof. Dr. Hadi S. Alikodra (2006), Flu burung (FB) dan SARS merupakan penyakit yang menular lewat pernafasan. Berdasarkan penelitiannya di Cina, penyebab kedua penyakit tersebut adalah polusi udara dan penebangan hutan yang sewenang-wenang. Polusi udara di Cina saat ini sudah mencapai tahap yang sangat berbahaya. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan minimnya suplai oksigen (O2) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seperti diketahui, suplai oksigen terbesar berasal dari hutan. Jika hutan itu rusak, maka suplai oksigen pun berkurang. Dampaknya luar biasa: mikroba akan tumbuh subur dan perkembangbiakannya tak terkendali. Sebab, oksigen --yang bila terkena sinar ultraviolet dari matahari berubah menjadi ozon (O3) dan O nascend- adalah pembunuh mikroba dan virus yang amat efektif. Bila oksigen itu berkurang, pembunuh mikroba dan virus pun berkurang. Dampaknya, mikroba dan virus akan makin berkembang. Kondisi seperti itulah, kelihatannya yang terjadi juga di Indonesia. Apalagi dewasa ini, kondisi pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan terjadi di mana-mana. Apalagi hal ini didukung oleh sikap masyarakat yang kelihatannya kurang peduli dan mewaspadai terhadap penyebaran penyakit flu burung.
Penyebab Kebakaran liar, antara lain:
Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang.
Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok secara sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan.
Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.
Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan vandalisme.
Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau.
Asap tebal kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan secara pasti mulai makan korban. Mula-mula masyarakat - terutama di Pulau Jawa yang tak terkena asap tak terlalu peduli ketika diberitakan bahwa asap itu menyebabkan puluhan penerbangan dibatalkan dan mengancam kesehatan lebih dari 20 juta orang. Tapi, dalam waktu singkat, ancaman itu berubah jadi kenyataan. Puluhan ribu orang harus masuk rumah sakit karena menderita infeksi saluran penapasan, ribuan terserang penyakit paru-paru, dan ratusan yang lain terkena radang mata. Beberapa puluh orang jatuh pingsan dan beberapa penderita asma diberitakan meninggal dunia.
Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran liar antara lain:
Menyebarkan emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Kebakaran hutan pada 1997 menimbulkan emisi / penyebaran sebanyak 2,6 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer (sumber majala Nature 2002). Sebagai perbandingan total emisi karbon dioksida di seluruh dunia pada tahun tersebut adalah 6 miliar ton.
Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.
Menyebabkan banjir selama beberapa minggu di saat musim hujan dan kekeringan di saat musim kemarau.
Kekeringan yang ditimbulkan dapat menyebabkan terhambatnya jalur pengangkutan lewat sungai dan menyebabkan kelaparan di daerah-daerah terpencil.
Kekeringan juga akan mengurangi volume air waduk pada saat musim kemarau yang mengakibatkan terhentinya pembangkit listrik (PLTA) pada musim kemarau.
Musnahnya bahan baku industri perkayuan, mebel/furniture. Lebih jauh lagi hal ini dapat mengakibatkan perusahaan perkayuan terpaksa ditutup karena kurangnya bahan baku dan puluhan ribu pekerja menjadi penganggur/kehilangan pekerjaan.
Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kematian bagi penderita berusia lanjut dan anak-anak. Polusi asap ini juga bisa menambah parah penyakit para penderita TBC/asma.
Asap yang ditimbulkan menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain pendidikan, agama dan ekonomi. Banyak sekolah yang terpaksa diliburkan pada saat kabut asap berada di tingkat yang berbahaya. Penduduk dihimbau tidak bepergian jika tidak ada keperluan mendesak. Hal ini mengganggu kegiatan keagamaan dan mengurangi kegiatan perdagangan/ekonomi. Gangguan asap juga terjadi pada sarana perhubungan/transportasi yaitu berkurangnya batas pandang. Banyak pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari di musim kemarau karena jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan. Sering terjadi kecelakaan tabrakan antar perahu di sungai-sungai, karena terbatasnya jarak pandang.
Musnahnya bangunan, mobil, sarana umum dan harta benda lainnya.
Efek yang ditimbulkan oleh polutan tergantung dari besarnya pajanan (terkait dosis/kadarnya di udara dan lama/waktu pajanan) dan juga faktor kerentanan host (individu) yang bersangkutan (misal: efek buruk lebih mudah terjadi pada anak, individu pengidap penyakit jantung-pembuluh darah dan pernapasan, serta penderita diabetes melitus). Pajanan polutan udara dapat mengenai bagian tubuh manapun, dan tidak terbatas pada inhalasi ke saluran pernapasan saja. Sebagai contoh, pengaruh polutan udara juga dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata. Namun demikian, sebagian besar penelitian polusi udara terfokus pada efek akibat inhalasi/terhirup melalui saluran pernapasan mengingat saluran napas merupakan pintu utama masuknya polutan udara kedalam tubuh. Selain faktor zat aktif yang dibawa oleh polutan tersebut, ukuran polutan juga menentukan lokasi anatomis terjadinya deposit polutan dan juga efeknya terhadap jaringan sekitar. Fine PM (<1 μm) dapat dengan mudah terserap masuk ke pembuluh darah sistemik.
Berikut ini beberapa mekanisme biologis bagaimana polutan udara mencetuskan gejalapenyakit:
Timbulnya reaksi radang/inflamasi pada paru, misalnya akibat PM atau ozon.
Terbentuknya radikal bebas/stres oksidatif, misalnya PAH(polyaromatic hydrocarbons).
Modifikasi ikatan kovalen terhadap protein penting intraselular seperti enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh.
Komponen biologis yang menginduksi inflamasi/peradangan dan gangguan system imunitas tubuh, misalnya golongan glukan dan endotoksin.
Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor yang mengatur kerja jantung dan saluran napas.
Efek adjuvant (tidak secara langsung mengaktifkan sistem imun) terhadap sistem imunitas tubuh, misalnya logam golongan transisi dan DEP/diesel exhaust particulate.
Efek procoagulant yang dapat menggangu sirkulasi darah dan memudahkan penyebaran polutan ke seluruh tubuh, misalnya ultrafine PM.
Menurunkan sistem pertahanan tubuh normal (misal: dengan menekan fungsi alveolar makrofag pada paru).